Home » Berita Nasional » Inilah 5 Keanehan Kasus Ninik Di Tangan Polres Banyumas
Inilah 5 Keanehan Kasus Ninik Di Tangan Polres Banyumas
Inilah 5 Keanehan Kasus Ninik Di Tangan Polres Banyumas - Entah apa yang ada di pikiran para penyidik Polres Banyumas dalam menangani kasus kecelakaan Ninik Setyowati. Sebagai korban kecelakaan, Ninik malah di tetapkan tersangka oleh polisi.
Dengan dalih Ninik melakukan kelalaian seperti yang dimaksud dalam Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, polisi langsung mensangkakan pasal 'karet' tersebut. Sungguh ironi.
"Sekarang logikanya apakah mungkin seorang ibu seperti itu (melakukan tindakan yang menyebabkan anak kandungnya meninggal dunia)," kata Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho.
Keputusan polisi ini langsung mendapat kritikan dari banyak pihak. Sebab, banyak kalangan menilai fakta-fakta di lapangan tidak mendukung untuk menjerat Ninik. Seperti ada yang aneh dalam penanganan kasus Ninik ini. Berikut lima keanehan dalam penyidikan kasus Ninik:
1. Ninik mengendarai di pinggir
Rofiq Anhar, salah satu saksi mata yang melihat peristiwa kecelakaan yang dialami oleh Ninik Setyowati mengaku kaget dengan keputusan polisi menetapkan tersangka. Menurutnya, Ninik saat mengendarai sepeda motornya tidak bersalah dan sudah berjalan di pinggir.
''Saya bahkan sempat meminta sopir yang mengemudikan truk berjalan perlahan-lahan, tapi truk tersebut tetap melaju kencang saja,'' kata Rofiq, Jumat (25/1).
Rofiq sendiri sudah dimintai keterangan oleh polisi. Dan, kesaksiannya juga sudah dimasukkan dalam berita acara pidana (BAP) yang disusun oleh Polres Banyumas. Saat diperiksa, dia telah membeberkan kronologi kecelakaan. Rofiq Anhar adalah penjaga SD Al Irsyad Purwokerto. Saat terjadi kecelakaan, dia menjadi pengatur lalu lintas keluar masuk kendaraan halaman Panti Asuhan Dharmoyuwono.
Sayang, keterangannya tidak didengar polisi.
2. Sopir truk yang bersalah
Masih menurut pengakuan Rofiq. Dia membantah bila kecelakaan terjadi karena Ninik tidak melihat kondisi jalan saat keluar dari halaman panti asuhan.
''Kejadiannya tidak seperti itu. Sepeda motor Ninik, tersenggol truk gandeng pengangkut tepung saat sudah berjalan di pinggir jalan. Karena truk terlalu mepet menyalip sepeda motor Ninik, maka sepeda motor Ninik menjadi oleng dan terbanting. Ninik dan putrinya, akhirnya masuk ke kolong truk dan terjadilah musibah itu,'' jelas Rofiq.
3. Jalan kelas III
Kuasa hukum Ninik Setyowati (45), Joko Susanto, heran dengan keputusan polisi yang sempat menetapkan kliennya sebagai tersangka. Sebagai korban, polisi malah menjerat Ninik dengan Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Berdasarkan fakta di lapangan dan sejumlah saksi, kata dia, Ninik adalah korban kecelakaan sehingga tidak layak dijadikan tersangka. Ia mengatakan, kejadian tersebut bukan kecelakaan tunggal karena juga melibatkan truk dan terjadi akibat kelalaian pengemudi truk.
"Bahkan, jalan di lokasi kejadian merupakan jalan kelas III yang tidak boleh dilalui kendaraan bertonase di atas 8 ton. Akan tetapi kenyataannya, jalan tersebut dilalui truk gandeng bermuatan tepung terigu," katanya.
4. Polisi tak pakai hati nurani
Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menyesalkan sikap Polres Banyumas yang menjadikan Ninik Setyowati (45) sebagai tersangka. Ninik telah mengalami kecelakaan hingga kakinya patah dan anaknya tewas karena terserempet truk, malah dijerat pidana.
"Masyarakat kalau ditanya, pasti akan mengatakan tidak adil jika Ibu Ninik sampai dihukum," kata Imam saat mengunjungi Ninik di Purwokerto, Jumat (25/1).
Imam menambahkan, tujuan dari hukum ada tiga, keadilan, kepastian hukum, dan pemanfaatan. Tiga tujuan tersebut harus dipadukan, tidak bisa dilihat satu bagian saja.
"Apa akibatnya jika si ibu dipenjara dan bapaknya tidak bisa mengurus anaknya yang lain. Jangan hanya yuridis formal, gunakan hati nurani," kata Imam.
5. Polisi mengesampingkan rasa keadilan
Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho menilai, polisi telah mengesampingkan rasa keadilan dalam penegakan hukum. Seharusnya polisi tidak mengedepankan yuridis formal dalam penegakan hukum.
"Itu memang hak polisi untuk melanjutkan. Akan tetapi, sebetulnya kalau melihat konteks kasusnya, yang kemudian apabila ditujukan pada prinsip hukum, tujuan penegakan hukum, seharusnya polisi tidak meneruskan," kata Hibnu seperti dilansir dari Antara, Kamis (24/1).
Menurut dia, polisi memiliki kewenangan diskresi (kebebasan mengambil keputusan) atau memilih berbagai tindakan dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum serta perkara pidana yang ditanganinya. "Sekarang logikanya apakah mungkin seorang ibu seperti itu (melakukan tindakan yang menyebabkan anak kandungnya meninggal dunia)," ujar dia yang sempat mengikuti seleksi calon Hakim Agung.
[ sumber ]
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar